Banyak kesempatan lewat hanya karena keraguan.
Berada di zona nyaman karier memang menyenangkan. Kita hidup dalam stabilitas. Dalam masa krisis, siapa yang tidak merindukan stabilitas, kan?
Stabilitas karier dan penghasilan biasanya datang bersamaan dengan stabilitas keahlian. Kita menjadi sangat tahu dan sangat bisa mengerjakan apa yang kita kerjakan saat ini. Makin stabil karier kita, makin kita merasa bahwa kita memang baik di bidang yang saat ini kita tekuni. Kalau begini, siapa yang butuh lompatan? Lompatan membutuhkan tenaga ekstra, kerja keras, dan semangat belajar yang tinggi. Kita tentu menyadari bahwa lompatan karier akan meningkatkan penghasilan, menambah pengalaman, dan yang utama meningkatkan rasa harga diri dan kepuasan batin. Tapi bisakah kita melakukan lompatan itu?
Pertanyaan ini bisa kita jawab dengan pertanyaan lain, sejauh mana kita mencintai stabilitas, kemapanan, dan kemandegan karier? Sejauh mana kita berani mengambil resiko? Sejauh mana kita mengukur kemampuan diri?
Jika kesempatan belum datang (atau mungkin kita tidak rajin mencari) mungkin kita merasa tidak perlu menantang diri terlalu jauh untuk meninggalkan zona nyaman kita. Tapi, jika kesempatan itu benar-benar datang, akankah kita melepaskannya begitu saja?
Kesempatan bisa datang dalam berbagai bentuk seperti promosi jabatan, tawaran bisnis, sampai ide bagus yang muncul di kepala. Untuk yang terakhir ini, saya adalah ahli menyia-nyiakan ide bagus. Banyak ide bagus yang terlewat begitu saja karena saya tidak punya cukup tekad untuk mengerjakan dan menuntaskannya.
Saya pernah punya ide membuat simplified version dari novel-novel Indonesia agar anak-anak dapat mulai mencintai karya sastra sejak dini. Ide ini muncul karena novel klasik barat seperti Huckelberry Finn atau Great Expectation selalu memiliki versi simplified sedangkan saya tidak pernah menemukan versi simplified novel Indonesia. Ide itu kemudian tidak pernah saya garap dan berlalu begitu saja sampai suatu hari ada seorang teman yang bekerja di penerbitan bertanya apakah saya punya naskah buku pengayaan untuk sekolah yang siap cetak. Saya ingat ide saya itu dan hanya bisa meratapi kebodohan sendiri. Saya melewatkan kesempatan besar karena saya tidak memiliki kekuatan dan keteguhan untuk mengerjakan gagasan sendiri.
Apakah saya jera memunculkan ide atau jera mengabaikan ide? Nyatanya tidak. Saya selalu punya banyak gagasan. Gagasan saya yang terbaru adalah menulis tentang khasanah kuliner komunitas keturunan arab di Indonesia dan menulis pengalaman-pengalaman saya jalan-jalan di Jogjakarta sebagai sebuah kota yang baru saja saya tinggali. Apakah saya segera melaksanakan apa yang menjadi gagasan saya? Tidak. Apa akibatnya? Baru saja saya melihat ada lowongan menarik yang bisa menjadi pintu masuk bagi saya untuk menjadi penulis profesional, yaitu lowongan menjadi penulis lepas di Travel Wan. God, seandainya saya mewujudkan gagasan saya begitu saya memikirkannya, tentu saya akan dengan percaya diri mengirimkan lamaran ke Travel Wan karena saya punya banyak contoh tulisan kuliner dan wisata.
Sesal tinggal sesal dan saya seperti mungkin banyak juga dari anda hanya bisa menghibur diri sendiri dengan berkata pekerjaan sekarang ini juga sudah bagus, atau kesempatan lain pasti akan datang. Padahal jika mau jujur, tidak ada orang yang menyukai stabilitas dan kemandegan kecuali orang itu terlalu ragu, terlalu malas, atau terlalu penakut untuk take a chance, make a change, and breakaway !! Jadi, tunggu apa lagi?
Leave a comment