Feeds:
Posts
Comments

Archive for the ‘life’ Category

(sumber foto: dokumen Pusat Kegiatan Anak Yayasan KAKAK di Klaten)

IMAJINASI (?)

Imajinasi hampir selalu dikaitkan dengan khayalan, impian, atau hasrat kreatif. Mengapa? Menurut saya karena makna umum dan mudah dari imajinasi adalah demikian. Sangat mudah bagi kita untuk melihat film Avatar sebagai manifestasi imajinasi James Cameron atau tanah Narnia sebagai imajinasi CS. Lewis pengarang Chronicle of Narnia. Pada konteks ini imajinasi dikaitkan pula dengan dunia-dunia khayali di luar jangkauan rasionalitas manusia namun mampu terbayangkan oleh manusia.

Saya memilih foto anak-anak untuk mengawali tulisan ini karena anak-anak juga sering diidentikkan dengan imajinasi. Anak-anak dengan pikirannya yang bebas dan murni mampu membayangkan banyak hal di luar dunia; mulai cita-citanya, masa depannya, sampai dunia-dunia lain dimana sendok garpu dan mainan mereka bisa bicara. Betapa indahnya imajinasi anak-anak. Suatu hal yang bisa membawa kita jauh ke wilayah-wilayah yang serba mungkin dan optimistis.

Selain anak-anak dan dunia khayali, profesi tertentu juga dianggap dekat dan bahkan bergumul dengan imajinasi. Profesi-profesi ini biasanya berkaitan dengan kreatifitas misalnya penulis, desainer, musisi, fotografer, dan banyak profesi lain yang berkaitan dengan dunia kreatif. Toni Morrison menegaskan bahwa untuk menjadi penulis yang baik, kita sebaiknya tidak hanya menuliskan hal-hal yang kita ketahui tapi juga hal-hal yang tidak kita ketahui karena dengan demikian kita akan semakin kaya. Melanjutkan pernyataan ini saya jadi bertanya, apakah benar imajinasi hanya milik profesi-profesi kreatif dan anak-anak saja? Bagaimana dengan profesi-profesi lain seperti dokter, apoteker, advokat, guru, dosen, atau penerjemah seperti saya? Adakah atau pentingkah imajinasi dalam profesi-profesi tersebut?

Beberapa hari lalu saya sedang mengerjakan editing dan terjemahan untuk sebuah buku penyerta pameran lukisan. Tulisan yang saya terjemahkan sangat menarik, namun karena berbagai keterbatasan saya sering menemui jalan buntu. Pada saat-saat seperti itu saya merasa “imajinasi saya tidak jalan” sehingga saya tidak bisa bekerja lincah seperti biasanya. Lalu saya berpikir, “Lho kok imajinasi? Saya tidak butuh imajinasi. Karya terjemahan saya bisa rusak jika banyak dibumbui ‘khayalan’ saya terhadap makna tulisan yang sedang saya hadapi.” Tapi keheranan itu segara saya bantah dengan keyakinan bahwa saya memang butuh imajinasi. Hal ini mendorong saya menulis tentang imajinasi agar bisa sedikit mengurai makna dan urgensi imajinasi dalam hidup dan profesi.

Kata imajinasi kemudian membawa saya kepada sidang pledoi Antasari Azhar. Pada sidang tersebut, Antasari menyebutkan bahwa beberapa tuduhan kepadanya hanya berdasar imajinasi jaksa penuntut saja (maaf jika kutipan ini kurang akurat tapi seingat saya kira-kira demikian yang disampaikan Antasari). Pada konteks ini imajinasi menjadi sesuatu yang tidak lagi dibutuhkan (paling tidak menurut Antasari). Imajinasi bahkan dipersalahkan, dianggap sebagai sumber khayalan yang mengada-ada dan tidak berdasarkan fakta-fakta.

Sambil berusaha untuk tidak masuk ke kontroversi Antasari—karena saya juga tidak terlalu paham mengenai kasus ini—saya jadi berpikir, apakah fakta di pengadilan itu bukan hasil imajinasi saksi-saksi, advokat, penuntut, hakim, dan terdakwa? Saya memang tidak tahu hukum, tapi saya yakin betul bahwa peristiwa yang sudah berlalu tidak bisa sepenuhnya dihadirkan kembali secara persis. Bukti-bukti yang ada hanya tersimpan di ingatan orang-orang yang terlibat serta bukti-bukti fisik yang hanya mampu memberikan sebagian sudut pandang atas peristiwa. Lalu, menurut saya cerita utuh dalam persidangan adalah hasil “imajinasi” dari potongan-potongan bukti, sudut pandang, dan ingatan.

Maka menurut saya imajinasi ada dan mewarnai setiap profesi. Profesi se-rigid apapun memanfaatkan imajinasi dan mengambil ilham darinya. Ibu rumah tangga tanpa imajinasi hanya akan menjalani hidupnya yang rutin dengan pekerjaan-pekerjaan yang tak kunjung selesai. Imajinasi akan memberikan ibu tersebut irama dalam bekerja. Penegak hukum membutuhkan imajinasi dalam kejernihan pikirnya agar kebenaran dapat diberikan dalam kebijaksanaan merangkai bukti dan ingatan. Dokter membutuhkan imajinasi untuk menciptakan dunia yang sehat dan adil dengan inovasi-inovasinya. Penerjemah tentu berhutang pada imajinasi atas kelincahannya merangkai dan menyematkan kata yang tepat untuk mengkomunikasikan makna. Pada akhirnya, kesimpulan sementara saya adalah bahwa imajinasi bukan sekedar khayalan, kreativitas, atau impian. Imajinasi bukan pula delusi tanpa dasar yang patut dipersalahkan atau dibenarkan. Imajinasi adalah daya hidup dan energi yang membebaskan. Imajinasi adalah visi yang ada pada tiap orang.***

Read Full Post »

(Graduate from university set the standard for success?)

Are you the kind of person that feel like you have gone so far but actually you have been nowhere? Have you ever felt like your live is just a series of failure? Have you ever felt like you have never achieved something or maybe something that really matters in your life? Or maybe you are the kind of person who moderately thinks that “okay, I have achieved something but it seems nothing compare to what my peers have achieved”? If you are one of them, hold still because I’m about to ask you one important thing, what is success to you?

People often give themselves a hard time thinking that they have done nothing and they need to do more, they need to achieve more. Now, on the one hand this is the kind of achievement motivation necessary to force us to reach the sky. However, this way of thinking can also turn us to be one of those people that never do anything to save our life from this so-called misery. We continue to punish ourselves without even thinking of giving our hard working body and mind a little credit and end up realizing that we are running out of energy to actually do some improvement because we are too busy blaming ourselves. Now, we do not want to be one of those sad people right? How to save ourselves from such situation? Let’s examine some common misunderstandings in the way people measure success.

1. Success is when we achieve what our peers achieved in a certain period of time
This common misunderstanding mostly comes from childhood experience when our parents compare our achievements in school with the achievements of our siblings, our neighbors, or our friends. We are not appreciated with what we achieve but we are measured with what others have. It is good if we are coming first in class not because we have worked hard but because it means that our next door neighbor who went to the same school went second.
We bring this memory to our adulthood and it makes us feel bad if our peers achieve more than us. We never learn to appreciate our talent or our dream. If our friend work as a manager in a company it can make us feel less successful if so far we only publish one book for instance. I mean, how we could compare our friend who works as an accountant to us who work as a writer, for instance. It is totally different right?

2. Success equals wealth
Most people measure success with how much money people have at a certain period of time. It is a serious misunderstanding that will unconsciously force people to do whatever it takes to be rich or at least to look rich. It will make people live in denial.
We know that wealth is not everything. Successful career mostly brings financial success too, but it is not automatically make success equals wealth. Success can also cover successful personal relationship, successful marriage relationship, or great academic achievement. Why don’t we measure our success not with the amount of money that we have but with the number of smile we put on people’s face? I believe this changing way of thinking will solve many problems in this world. Just do it and see what happens, said Mario Teguh, a famous motivator in Indonesia.

3. Success at young age is better than success when we are older
Success is success, no matter how old you are when you achieve it. We often give too much credit on people who achieve success in such a young age, as if success achieved by older people is something natural because they are old. Credit, praise, and appreciation are of course highly important to increase people’s self esteem and raise their motivation. So, why don’t we think that compliment for older people is equally important with compliment addressed to younger people. This way of thinking will help us appreciate other people more and reduce the risk for us to blame ourselves for not achieving a certain stage of success when we are younger.

The following question for us will be what should we do to overcome this misunderstanding that has been keeping on hostage? We should realize that first, some people achieve something with short walk and others achieve something with long run. This does not mean that one group of people are better, smarter, or luckier than the other group. This just means that we have different road in achieving what we want to achieve. People that do it in a relatively short time might enjoy success faster, however, they might lack of failure experiences, an experience important to teach us to stand tall through all the pain and strive. People that go a long way might be rich in experience but they might lack in time and opportunity to reach more because of their age or other factors. Either way, as long as it does not make us stop working, hoping, and achieving it will not cause any problem because in the end, long way of short way, we will get there anyway. We just need to believe and keep moving and do not forget to give ourselves credit for any success or failure along the way.

Second, we also have to realize that the measure of success is not a matter of when, or where, or how much we achieve but on whether or not we make a commitment to make tomorrow better than today. Eventually, we have to think in terms of progress rather than result. Great achievement will not matter if it is not followed with continuous work and more achievements in the future. It is great if one person can make a worldwide hit song in a certain period of his/her life but it is greater if they can continue create hits and non hits throughout their lifetime because it means they are progressing, they are learning, and keep moving. ***
Sakdiyah Ma’ruf, 19 Desember 2009

Read Full Post »

Breakaway

Banyak kesempatan lewat hanya karena keraguan.

Berada di zona nyaman karier memang menyenangkan. Kita hidup dalam stabilitas. Dalam masa krisis, siapa yang tidak merindukan stabilitas, kan?

Stabilitas karier dan penghasilan biasanya datang bersamaan dengan stabilitas keahlian. Kita menjadi sangat tahu dan sangat bisa mengerjakan apa yang kita kerjakan saat ini. Makin stabil karier kita, makin kita merasa bahwa kita memang baik di bidang yang saat ini kita tekuni. Kalau begini, siapa yang butuh lompatan? Lompatan membutuhkan tenaga ekstra, kerja keras, dan semangat belajar yang tinggi. Kita tentu menyadari bahwa lompatan karier akan meningkatkan penghasilan, menambah pengalaman, dan yang utama meningkatkan rasa harga diri dan kepuasan batin. Tapi bisakah kita melakukan lompatan itu? (more…)

Read Full Post »

Hari ini aku merasa mimpiku tidak lagi jauh. Mimpiku kini mendekat dan mampu kuraih. Hari ini aku mencicipi keberuntungan pemulaku. Tulisanku, Bahagia Sekarang Juga, dimuat di majalah CHIC edisi No. 32, 11-25 Maret 2009.

Aku membaca The Alchemist, novel masterpiece karya Paulo Coelho saat aku sedang jatuh. Kalimat-kalimat dalam buku itu sangat jernih terbaca dan membantuku bangkit. Dari buku itu aku mempelajari apa yang banyak dikutip orang pada berbagai kesempatan: ” Dan saat engkau menginginkan sesuatu, seluruh jagat raya bersatu padu untuk membantumu meraihnya.” Bagaimana jagat raya membantu kita meraih takdir kita? Pada halaman selanjutnya Cuelho menulis, ”Orang yang pertama kali main kartu hampir selalu menang. Keberuntungan pemula. Kenapa begitu? Sebab ada daya yang menghendaki engkau mewujudkan takdirmu; kau dibiarkan mencicipi sukses, untuk menambah semangatmu.”

Hari ini aku mencicipi keberuntungan pemulaku….. (more…)

Read Full Post »

Emancipated or Exploited?

Situasi perempuan masa kini yang sudah banyak mendapat kesempatan pendidikan dan mendapat kesempatan untuk terlibat di work force dan public institution sebenarnya tidak serta merta bisa di klaim sebagai ’hasil perjuangan kartini atau kelanjutan dari kongres perempuan di masa lalu itu’. Pengalaman menunjukkan bahwa perempuan menjadi ’emancipated’ lebih banyak karena tuntutan kapitalisme yang membuat lapangan kerja tersedia luas dan perlu diisi oleh siapa saja termasuk perempuan. (more…)

Read Full Post »

These past few weeks I have been struggling to overcome the so-called crisis in my personal life. I have been dealing with a major change in my life this past three months and it turns out that as much as change is necessary and promising, it is also challenging. It has been giving a hard time and driving me to my conscious of my personal existence in this world. (more…)

Read Full Post »

Tulisan ini adalah tulisan tentang pengalamanku membaca karya Seno Gumira Ajidarma yang baru saja kukenal dan pengalamanku dengan parfum yang sudah kukenal sejak aku masih SD.

Saat ini, aku sendiri baru kenalan sama karya-karyanya seno gumira,
baru baca romannya yang berjudul; Jazz, Parfum, dan Insiden
Wah keren banget, I can really relate to the story..
I love Jazz, and I know some of the musician written in the book.

Ceritanya pada suatu hari aku pergi beli parfum sama seorang teman
yang ternyata number one fans nya Seno.
Sambil milih-milih parfum, aku cerita sama dia klo bagiku milih parfum
itu sangat penting..hampir sama kaya cari jodoh. Ketika menghirup
aroma parfum, indra pencium kita biasanya bereaksi dan bilang klo ini
harum atau tidak, enak atau tidak..
Tapi bagiku, parfum yang hanya menggoda hidung bukan pilihan. Parfum
yang pas adalah parfum yang berhasil menginjeksi otak dan kena di
hati..
Kalau aku, bukan aroma yang kucari tapi ingatan akan aroma tersebut,
Ada parfum yang membuatku ingat masa kecil, ingat orang-orang yang
kucintai, ingat orang-orang yang tidak kusukai, ingat peristiwa
tertentu, ingat masa-masa aku merasa senang, ingat masa jatuh cinta,
ingat saat merasa bergairah, ingat saat sedih dan banyak yang lain.

Parfum yang kucari juga parfum yang dapat membangkitkan perasaan
tertentu, perasaan sedih, senang, bahagia, sendu, ceria, semangat,
dan lain-lain..

Masing-masing orang punya parfumnya sendiri, yang sungguh pas dan
tidak hanya membuat ia wangi tapi setiap ruap aromanya menggambarkan
diri orang tersebut.. aku juga cukup pintar lho memilih parfum yang
menggambarkan diri seseorang..tapi tentu saja aku harus sangat kenal dengan orang tersebut. Parfum untuk bapakku misalnya. Parfum tersebut harus beraroma kuat tapi sangat harum. Artinya bukan one of those parfum pria yang sangat keras sekaligus segar tetapi parfum pria yang berkarakter. Aromanya tajam, kuat, dan memiliki sense rempah yang kentara. Itulah bapakku. Orang yang berkarakter, kuat keinginannya, tetapi kadang tinggi hati juga. So, ada yang mau dipilihin parfum? hehehe..

Nama, wajah, atau peristiwa kita bisa lupa, tapi aroma tinggal dan
membekas..paling tidak bagiku..

Nah, semua ini dalam versi yang lebih singkat kuceritakan sama
temanku yang penggemar Seno itu..trus jadi deh dia meminjamiku Jazz,
Parfum, dan Insiden..’

Dari buku itu aku dapat beberapa referensi parfum. Beberapa
diantaranya aku cukup familiar..
Misalnya Escape Calvin Klein. Kata Seno dibukunya, Escape dibuat
Calvin menyusul parfum sebelumnya Eternity. Seperti judulnya Escape
mewakili hal-hal yang beyond Eternity. Mewakili semangat “pergi
dari..”

Well, bagiku parfum Escape baunya sangat sejuk, bukan sejuknya mint
atau pegunungan tapi sejuknya tanah, kertas, dan daun-daunan yang kena
embun di pagi hari..klo dihirup dalam-dalam dan agak lama,
woww..intoxicated. Awalnya ga terlalu harum sih, tapi lama-kelamaan
membawa perasaan yang hangat karena kesejukan dari suatu tempat yang
jauh yang sangat kita rindukan..

Pengalaman yang seperti ini yang membuatku merasa dekat dengan buku
itu..

O ya, ada satu parfum yang belum pernah kukenal yang disebutkan di
buku itu. Namanya Poison, karya Calvin Klein juga..gila aku penasaran
banget..

So bagi anda yang punya karya Seno, karya Calvin Klein, atau
pernah nemu parfum Poison, atau punya pengalaman dengan parfum, atau
mo minta dipilihin parfum just contact me..he..he..
miss you and the scent of you…

Sakdiyah, 10 Juli 2008. Menulis sambil membayangkan Ralph Lauren Blue….

Read Full Post »